Kamis, 27 November 2014

Greenhouse

GREEN HOUSE EFFECT

Dalam dunia Biologi dan pertanian dikenal istilah greenhouse (rumah hijau) yang berarti sebuah rumah yang dinding dan atapnya dibuat dari kaca atau plastik. Dari sinilah mucul istilah dalam bahasa Indonesia yaitu rumah kaca. Padahal greenhouse tidak harus dibuat dari kaca. Bahkan ada versi paling murah yang digunakan di sekolah-sekolah di Indonesia menggunakan rangka pipa aluminium, plastik untuk atapnya, dan kasa anti nyamuk untuk dindingnya.
Greenhouse digunakan untuk pengembangbiakan tumbuhan baik untuk tujuan riset ataupun intensifikasi pertanian. Di negara-negara yang lahan pertaniannya terbatas, seperti Jepang, greenhouse ini benar-benar digunakan untuk menyuplai kebutuhan pangan di negara itu. Karena meski lahan sangat terbatas, secara kuantitas hasil panen greenhouse bisa melebih hasil panen kebun konvensional dengan luas lahan yang sama. Umumnya, budidaya tanaman di dalam greenhouse menggunakan metode hydroponics dan aeroponics, tidak lagi menggunakan media tanah untuk menanam.
Sebuah greenhouse yang canggih memiliki fasilitas rekayasa cuaca. Di dalamnya, berbagai besaran-besaran fisis cuaca bisa diatur, di antaranya: suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya matahari, durasi penyinaran, sirkulasi udara, kecepatan dan arah angin, dan sebagainya. Sehingga greenhouse tersebut tahan cuaca, artinya tidak bergantung pada cuaca lingkungannya. Bahkan sekarang ini ilmuwan sudah bisa “menghidupkan” serangga-serangga tertentu di dalam greenhouse. Terutama serangga yang berperan dalam reproduksi tumbuhan seperti: semut, lebah, dan kupu-kupu.
2. Greenhouse Effect
Matahari meradiasikan cahaya dengan berbagai panjang gelombang, yang disebut sebagai spektrum matahari (solar spectrum), ke bumi, yaitu: cahaya tampak (Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U), cahaya infra merah, cahaya ultra violet, sinar X, dan sinar γ (gamma). Seperti kita ketahui, cahaya infra merah adalah perwujudan dari kalor (panas) yang dipindahkan secara radiasi.
Ketika cahaya matahari mencapai atmosfer, sinar X dan sinar γ dipantulkan kembali ke angkasa oleh awan dan partikel atmosfer yang terluar. Selanjutnya lapisan ozone (ketinggian 19 – 48 km) menyerap sebagian besar cahaya ultra voilet. Hanya sedikit ultra violet yang lewat dan cukup untuk photosynthesis serta pembentukan vitamin D pada kulit manusia. Sebagian yang berupa cahaya tampak dan cahaya infra merah diserap oleh bumi dan segala makhluk di atasnya. Sedangkan sisa radiasi infra merah dipantulkan kembali ke atmosfer.
Cahaya infra merah yang dipantulkan bumi ke atmosfer diserap oleh gas-gas rumah kaca yang secara alamiah sudah ada di sana, yaitu: karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (NOx), dan uap air. Lapisan gas rumah kaca ini menciptakan kesetimbangan energi antara permukaan bumi, atmosfer, dan ruang angkasa. Kesetimbangan ini penting untuk mempertahankan kestabilan iklim bumi secara global.
Sekarang, bayangkan kita berada di dalam sebuah rumah kaca yang tertutup rapat. Cahaya matahari yang menembus kaca kemudian terpisahkan menjadi beberapa panjang gelombang (dispersi), di antaranya infra merah. Cahaya-cahaya tadi kemudian berinteraksi dengan semua benda atau materi yang dilaluinya. Sebagian diserap sementara sebagian lainnya dipantulkan kembali ke dinding kaca. Sayangnya, cahaya infra merah yang masih tersisa ini tidak memiliki cukup energi (karena panjang gelombangnya besar, frekuensinya kecil) untuk menembus dinding kaca. Akibatnya, ia terperangkap di dalam rumah kaca tersebut dan mengakibatkan suhu di dalamnya meningkat.
Greenhouse effect (efek rumah kaca, Indonesia) prinsipnya sama seperti uraian tadi. Hanya saja sekarang yang menjadi “kaca” adalah gas-gas yang dijuluki sebagai gas rumah kaca tadi. Gas-gas ini (yang secara alamiah sudah ada) semakin terakumulasi di atmosfer pada ketinggian lebih dari 100 km di atas bumi akibat produksi gas-gas rumah kaca yang berlebihan. Dampaknya, panas yang terperangkap ini menyebabkan suhu di permukaan bumi meningkat. Fenomena ini dikenal sebagai global warming (pemanasan global) yang bertanggung jawab atas: perubahan cuaca, mencairnya es dan glacier di kutub, naiknya permukaan air laut, gangguan siklus hewan dan tumbuhan, serta munculnya berbagai penyakit pada manusia.
3. Photosynthesis serta Hubungan Harmonis antara Tumbuhan, Manusia, dan Hewan
Photosynthesis adalah proses yang dilakukan oleh tumbuhan hijau (dan organisme tertentu lainnya) untuk mengubah gas karbondioksida (CO2) dan air menjadi gula sederhana (glukosa, C6H12O6) dengan bantuan cahaya ultraviolet dari matahari. Gula itu menjadi zat (dan cadangan) makanan bagi tumbuhan.
Subhanallah, sesungguhnya ALLAH telah menata segala sesuatunya dengan sangat sempurna sesuai kadarnya.
Di siang hari, manusia dan hewan beraktivitas membutuhkan banyak suplai gas oksigen (O2) untuk mengubah zat makanan menjadi energi. Proses metabolisme manusia dan hewan itu menghasilkan produk sampingan berupa gas CO2. Sementara itu gas CO2 dibutuhkan oleh tumbuhan untuk photosynthesis. Sedangkan photosynthesis sendiri, selain menghasilkan glukosa juga melepaskan produk sampingan berupa gas O2. Indah sekali bukan? Jadi, gas CO2 dari manusia dan hewan dibutuhkan tumbuhan. Gas O2 dari tumbuhan dibutuhkan manusia dan hewan.
ALLAH menutupi siang dengan malam agar manusia dan hewan beristirahat, sehingga tidak banyak membutuhkan gas O2. Karena pada malam hari tumbuhan tidak ber-photosynthesis. Sebaliknya pada malam hari tumbuhan melakukan respirasi yang juga menyerap gas O2.
Jika hubungan harmonis ini dapat berjalan secara seimbang, maka bumi ini akan baik-baik saja. Seimbang dalam pengertian kuantitas artinya, jika jumlah manusia dan hewan semakin banyak, maka (logikanya) jumlah tumbuhannya juga harus semakin banyak agar tetap seimbang.
4. Ketidakseimbangan Alam dan Produksi Gas Rumah Kaca
Na’udzubillah min dzalik…
Pada kenyataannya, manusia sebagai makhluk yang diberi kepercayaan oleh ALLAH untuk merawat bumi ini tidak sanggup mempertahankan keseimbangan alam. Populasi manusia yang terus bertambah menyebabkan konsumsi pangan dan kebutuhan tempat tinggal meningkat. Hutan-hutan dibabat (deforestation) untuk dijadikan lahan-lahan pertanian dan perumahan, serta diambil kayunya untuk industri material dan kertas. Di sinilah mulai terjadi ketidakseimbangan. Jumlah manusia bertambah, sedangkan jumlah tumbuhan justru berkurang. Semakin banyak manusia berarti semakin banyak CO2 yang dilepaskan dan semakin banyak pula O2 yang dibutuhkan. Sementara itu di saat yang sama, populasi tumbuhan (hutan) malah berkurang. Akibatnya, penyerapan CO2 turut berkurang serta produksi O2 juga berkurang. Ketidakseimbangan populasi manusia, hewan, dan tumbuhan telah menyebabkan penumpukan CO2 dalam jumlah besar.
Ternyata ini saja masih belum cukup.
Dimulai sejak jaman revolusi industri, dimana tenaga manusia dan hewan digantikan oleh mesin-mesin yang awalnya digerakkan oleh uap yang diperoleh dari pembakaran batubara. Kemudian ditemukannya sumur-sumur minyak bumi baik di darat maupun di lautan. Dimulailah era bahan bakar fosil. Hingga saat ini, hampir seluruh kebutuhan energi manusia, mulai dari mesin-mesin industri, pembangkit energi listrik, dan transportasi, masih disuplai oleh bahan bakar fosil, yaitu: bensin, solar, avtur, minyak tanah, dan sebagainya.
Masalahnya adalah, sisa-sisa dari pembakaran bahan bakar fosil tersebut menyumbang begitu banyak gas-gas pencemar yang di antaranya adalah gas-gas rumah kaca (CO2 dan NOx). Jadi, ketidakseimbangan populasi makhluk hidup seperti yang dipaparkan sebelumnya, semakin diperparah dengan tambahan gas-gas rumah kaca dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Bisa bayangkan berapa banyak pabrik, kendaraan, dan pembangkit energi listrik di seluruh dunia???
5. The Ozone Layer Depletion
Ozone, dalam bahasa Yunani ozein yang artinya membau, adalah gas yang sangat beracun dan berbahaya serta berbau menyengat. Ozone adalah molekul triatomik yang terdiri dari tiga buah atom oksigen (O3). Di permukaan bumi, ozone dianggap sebagai polutan. Selain beracun dan berbahaya, ozone juga berbahaya bagi kesehatan di antaranya memicu asma dan bronkhitis. Secara kimia ozone sangat reaktif dan bisa merusak bahan-bahan karet dan plastik.
Ozone terbentuk dari oksigen diatomik biasa (O2) yang terekspos loncatan muatan listrik. Di alam, ozone terbentuk ketika terjadi petir. Jadi, bersyukurlah jika ada petir karena itu artinya ALLAH sedang memperbaiki lapisan ozone yang sudah kita rusak. Ozone juga berguna untuk memurnikan air, mensterilkan udara, dan memutihkan bahan-bahan makanan tertentu.
Namun di atmosfer, lapisan ozone berperan vital sebagai penyaring (filter) cahaya ultra violet yang diradiasikan matahari. Sehingga hanya sedikit saja (namun cukup) ultra violet yang mencapai permukaan bumi. Kerusakan lapisan ozone menyebabkan kadar ultra violet yang lolos ke bumi berlebihan. Ultra violet yang berlebihan terbukti dapat memicu kanker kulit dan katarak serta dapat membunuh jenis-jenis tumbuhan dan plankton tertentu. Semakin banyak tumbuhan yang mati, ujung-ujungnya kembali ke global warming yang dijelaskan sebelumnya. Sedangkan punahnya plankton dapat merusak jejaring makanan di lautan, ketidakseimbangan alam.
Para ilmuwan menemukan penyebab utama rusaknya lapisan ozone adalah kebocoran gas Chlorofluorocarbons (CFC) yang digunakan sebagai pendingin pada kulkas dan AC serta gas pendorong pada produk-produk semprot (aerosol) seperti parfum dan cat semprot. Diperkirakan, 1 unit molekul CFC dapat merusak 100.000 unit molekul ozone. Selain CFC, penggunaan pupuk kimia yang mengandung NOx secara berlebihan juga dapat memicu kerusakan ozone. Sebagai gantinya, sekarang sudah ada Hydrochlorofluorocarbons (HCFC) yang lebih ramah terhadap ozone.
Jadi, jika kamu ingin berkontribusi dalam mencegah rusaknya ozone, pastikan kulkas dan AC yang dibeli ortumu bertuliskan: non CFC atau CFC free, atau sebaiknya tidak usah menggunakan AC sama sekali. Lagipula sekarang kan jamannya hemat energi. Selain itu, minimalkan penggunaan aerosol seperti parfum (dalam kemasan tabung), cat semprot, dan berbagai produk kecantikan yang disemprot lainnya.
Jadi kesimpulannya:
§ Greenhouse effect disebabkan oleh terakumulasinya gas-gas rumah kaca (CO2, CH4, dan NOx) di atmosfer bumi sehingga menghalangi cahaya infra merah (panas) untuk lepas ke ruang angkasa yang mengkibatkan peningkatan suhu bumi secara global (global warming). Akumulasi gas-gas rumah kaca bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil secara besar-besaran untuk keperluan industri, pembangkitan energi listrik, dan transportasi, serta diperparah oleh penggundulan hutan (deforestation) untuk pembukaan lahan pertanian dan perumahan, serta bahan baku industri material dan kertas. Greenhouse effect tidak disebabkan oleh gedung-gedung pencakar langit yang dindingnya menggunakan kaca.
§ Greenhouse adalah rumah yang dibangun dari kaca atau plastik untuk pengembangbiakan tumbuh-tumbuhan baik untuk keperluan riset maupun intensifikasi pertanian.
§ Perusakan lapisan ozone disebabkan oleh kebocoran gas CFC yang terdapat pada kulkas, AC, serta aerosol.
Source: Microsoft Encarta Premium 2006
Greenhouse Effect and Ozone Layer Depletion
oleh: Ust. Novrian, Guru Fisika
Di suatu Minggu yang cerah, bermula dari tayangan dokumenter di MetroTV, saya dan seorang siswi berSMS-ria tentang efek rumah kaca dan lapisan ozon yang bolong. Rupanya sang siswi salah persepsi. Ia mengira gedung-gedung tinggi yang dindingnya terbuat kaca adalah tersangka utama rusaknya lapisan ozon di atmosfer bumi.
1. Greenhouse
Dalam dunia Biologi dan pertanian dikenal istilah greenhouse (rumah hijau) yang berarti sebuah rumah yang dinding dan atapnya dibuat dari kaca atau plastik. Dari sinilah mucul istilah dalam bahasa Indonesia yaitu rumah kaca. Padahal greenhouse tidak harus dibuat dari kaca. Bahkan ada versi paling murah yang digunakan di sekolah-sekolah di Indonesia menggunakan rangka pipa aluminium, plastik untuk atapnya, dan kasa anti nyamuk untuk dindingnya.
Greenhouse digunakan untuk pengembangbiakan tumbuhan baik untuk tujuan riset ataupun intensifikasi pertanian. Di negara-negara yang lahan pertaniannya terbatas, seperti Jepang, greenhouse ini benar-benar digunakan untuk menyuplai kebutuhan pangan di negara itu. Karena meski lahan sangat terbatas, secara kuantitas hasil panen greenhouse bisa melebih hasil panen kebun konvensional dengan luas lahan yang sama. Umumnya, budidaya tanaman di dalam greenhouse menggunakan metode hydroponics dan aeroponics, tidak lagi menggunakan media tanah untuk menanam.
Sebuah greenhouse yang canggih memiliki fasilitas rekayasa cuaca. Di dalamnya, berbagai besaran-besaran fisis cuaca bisa diatur, di antaranya: suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya matahari, durasi penyinaran, sirkulasi udara, kecepatan dan arah angin, dan sebagainya. Sehingga greenhouse tersebut tahan cuaca, artinya tidak bergantung pada cuaca lingkungannya. Bahkan sekarang ini ilmuwan sudah bisa “menghidupkan” serangga-serangga tertentu di dalam greenhouse. Terutama serangga yang berperan dalam reproduksi tumbuhan seperti: semut, lebah, dan kupu-kupu.
2. Greenhouse Effect
Matahari meradiasikan cahaya dengan berbagai panjang gelombang, yang disebut sebagai spektrum matahari (solar spectrum), ke bumi, yaitu: cahaya tampak (Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U), cahaya infra merah, cahaya ultra violet, sinar X, dan sinar γ (gamma). Seperti kita ketahui, cahaya infra merah adalah perwujudan dari kalor (panas) yang dipindahkan secara radiasi.
Ketika cahaya matahari mencapai atmosfer, sinar X dan sinar γ dipantulkan kembali ke angkasa oleh awan dan partikel atmosfer yang terluar. Selanjutnya lapisan ozone (ketinggian 19 – 48 km) menyerap sebagian besar cahaya ultra voilet. Hanya sedikit ultra violet yang lewat dan cukup untuk photosynthesis serta pembentukan vitamin D pada kulit manusia. Sebagian yang berupa cahaya tampak dan cahaya infra merah diserap oleh bumi dan segala makhluk di atasnya. Sedangkan sisa radiasi infra merah dipantulkan kembali ke atmosfer.
Cahaya infra merah yang dipantulkan bumi ke atmosfer diserap oleh gas-gas rumah kaca yang secara alamiah sudah ada di sana, yaitu: karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (NOx), dan uap air. Lapisan gas rumah kaca ini menciptakan kesetimbangan energi antara permukaan bumi, atmosfer, dan ruang angkasa. Kesetimbangan ini penting untuk mempertahankan kestabilan iklim bumi secara global.
Sekarang, bayangkan kita berada di dalam sebuah rumah kaca yang tertutup rapat. Cahaya matahari yang menembus kaca kemudian terpisahkan menjadi beberapa panjang gelombang (dispersi), di antaranya infra merah. Cahaya-cahaya tadi kemudian berinteraksi dengan semua benda atau materi yang dilaluinya. Sebagian diserap sementara sebagian lainnya dipantulkan kembali ke dinding kaca. Sayangnya, cahaya infra merah yang masih tersisa ini tidak memiliki cukup energi (karena panjang gelombangnya besar, frekuensinya kecil) untuk menembus dinding kaca. Akibatnya, ia terperangkap di dalam rumah kaca tersebut dan mengakibatkan suhu di dalamnya meningkat.
Greenhouse effect (efek rumah kaca, Indonesia) prinsipnya sama seperti uraian tadi. Hanya saja sekarang yang menjadi “kaca” adalah gas-gas yang dijuluki sebagai gas rumah kaca tadi. Gas-gas ini (yang secara alamiah sudah ada) semakin terakumulasi di atmosfer pada ketinggian lebih dari 100 km di atas bumi akibat produksi gas-gas rumah kaca yang berlebihan. Dampaknya, panas yang terperangkap ini menyebabkan suhu di permukaan bumi meningkat. Fenomena ini dikenal sebagai global warming (pemanasan global) yang bertanggung jawab atas: perubahan cuaca, mencairnya es dan glacier di kutub, naiknya permukaan air laut, gangguan siklus hewan dan tumbuhan, serta munculnya berbagai penyakit pada manusia.
3. Photosynthesis serta Hubungan Harmonis antara Tumbuhan, Manusia, dan Hewan
Photosynthesis adalah proses yang dilakukan oleh tumbuhan hijau (dan organisme tertentu lainnya) untuk mengubah gas karbondioksida (CO2) dan air menjadi gula sederhana (glukosa, C6H12O6) dengan bantuan cahaya ultraviolet dari matahari. Gula itu menjadi zat (dan cadangan) makanan bagi tumbuhan.
Subhanallah, sesungguhnya ALLAH telah menata segala sesuatunya dengan sangat sempurna sesuai kadarnya.
Di siang hari, manusia dan hewan beraktivitas membutuhkan banyak suplai gas oksigen (O2) untuk mengubah zat makanan menjadi energi. Proses metabolisme manusia dan hewan itu menghasilkan produk sampingan berupa gas CO2. Sementara itu gas CO2 dibutuhkan oleh tumbuhan untuk photosynthesis. Sedangkan photosynthesis sendiri, selain menghasilkan glukosa juga melepaskan produk sampingan berupa gas O2. Indah sekali bukan? Jadi, gas CO2 dari manusia dan hewan dibutuhkan tumbuhan. Gas O2 dari tumbuhan dibutuhkan manusia dan hewan.
ALLAH menutupi siang dengan malam agar manusia dan hewan beristirahat, sehingga tidak banyak membutuhkan gas O2. Karena pada malam hari tumbuhan tidak ber-photosynthesis. Sebaliknya pada malam hari tumbuhan melakukan respirasi yang juga menyerap gas O2.
Jika hubungan harmonis ini dapat berjalan secara seimbang, maka bumi ini akan baik-baik saja. Seimbang dalam pengertian kuantitas artinya, jika jumlah manusia dan hewan semakin banyak, maka (logikanya) jumlah tumbuhannya juga harus semakin banyak agar tetap seimbang.
4. Ketidakseimbangan Alam dan Produksi Gas Rumah Kaca
Na’udzubillah min dzalik…
Pada kenyataannya, manusia sebagai makhluk yang diberi kepercayaan oleh ALLAH untuk merawat bumi ini tidak sanggup mempertahankan keseimbangan alam. Populasi manusia yang terus bertambah menyebabkan konsumsi pangan dan kebutuhan tempat tinggal meningkat. Hutan-hutan dibabat (deforestation) untuk dijadikan lahan-lahan pertanian dan perumahan, serta diambil kayunya untuk industri material dan kertas. Di sinilah mulai terjadi ketidakseimbangan. Jumlah manusia bertambah, sedangkan jumlah tumbuhan justru berkurang. Semakin banyak manusia berarti semakin banyak CO2 yang dilepaskan dan semakin banyak pula O2 yang dibutuhkan. Sementara itu di saat yang sama, populasi tumbuhan (hutan) malah berkurang. Akibatnya, penyerapan CO2 turut berkurang serta produksi O2 juga berkurang. Ketidakseimbangan populasi manusia, hewan, dan tumbuhan telah menyebabkan penumpukan CO2 dalam jumlah besar.
Ternyata ini saja masih belum cukup.
Dimulai sejak jaman revolusi industri, dimana tenaga manusia dan hewan digantikan oleh mesin-mesin yang awalnya digerakkan oleh uap yang diperoleh dari pembakaran batubara. Kemudian ditemukannya sumur-sumur minyak bumi baik di darat maupun di lautan. Dimulailah era bahan bakar fosil. Hingga saat ini, hampir seluruh kebutuhan energi manusia, mulai dari mesin-mesin industri, pembangkit energi listrik, dan transportasi, masih disuplai oleh bahan bakar fosil, yaitu: bensin, solar, avtur, minyak tanah, dan sebagainya.
Masalahnya adalah, sisa-sisa dari pembakaran bahan bakar fosil tersebut menyumbang begitu banyak gas-gas pencemar yang di antaranya adalah gas-gas rumah kaca (CO2 dan NOx). Jadi, ketidakseimbangan populasi makhluk hidup seperti yang dipaparkan sebelumnya, semakin diperparah dengan tambahan gas-gas rumah kaca dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Bisa bayangkan berapa banyak pabrik, kendaraan, dan pembangkit energi listrik di seluruh dunia???
5. The Ozone Layer Depletion
Ozone, dalam bahasa Yunani ozein yang artinya membau, adalah gas yang sangat beracun dan berbahaya serta berbau menyengat. Ozone adalah molekul triatomik yang terdiri dari tiga buah atom oksigen (O3). Di permukaan bumi, ozone dianggap sebagai polutan. Selain beracun dan berbahaya, ozone juga berbahaya bagi kesehatan di antaranya memicu asma dan bronkhitis. Secara kimia ozone sangat reaktif dan bisa merusak bahan-bahan karet dan plastik.
Ozone terbentuk dari oksigen diatomik biasa (O2) yang terekspos loncatan muatan listrik. Di alam, ozone terbentuk ketika terjadi petir. Jadi, bersyukurlah jika ada petir karena itu artinya ALLAH sedang memperbaiki lapisan ozone yang sudah kita rusak. Ozone juga berguna untuk memurnikan air, mensterilkan udara, dan memutihkan bahan-bahan makanan tertentu.
Namun di atmosfer, lapisan ozone berperan vital sebagai penyaring (filter) cahaya ultra violet yang diradiasikan matahari. Sehingga hanya sedikit saja (namun cukup) ultra violet yang mencapai permukaan bumi. Kerusakan lapisan ozone menyebabkan kadar ultra violet yang lolos ke bumi berlebihan. Ultra violet yang berlebihan terbukti dapat memicu kanker kulit dan katarak serta dapat membunuh jenis-jenis tumbuhan dan plankton tertentu. Semakin banyak tumbuhan yang mati, ujung-ujungnya kembali ke global warming yang dijelaskan sebelumnya. Sedangkan punahnya plankton dapat merusak jejaring makanan di lautan, ketidakseimbangan alam.
Para ilmuwan menemukan penyebab utama rusaknya lapisan ozone adalah kebocoran gas Chlorofluorocarbons (CFC) yang digunakan sebagai pendingin pada kulkas dan AC serta gas pendorong pada produk-produk semprot (aerosol) seperti parfum dan cat semprot. Diperkirakan, 1 unit molekul CFC dapat merusak 100.000 unit molekul ozone. Selain CFC, penggunaan pupuk kimia yang mengandung NOx secara berlebihan juga dapat memicu kerusakan ozone. Sebagai gantinya, sekarang sudah ada Hydrochlorofluorocarbons (HCFC) yang lebih ramah terhadap ozone.
Jadi, jika kamu ingin berkontribusi dalam mencegah rusaknya ozone, pastikan kulkas dan AC yang dibeli ortumu bertuliskan: non CFC atau CFC free, atau sebaiknya tidak usah menggunakan AC sama sekali. Lagipula sekarang kan jamannya hemat energi. Selain itu, minimalkan penggunaan aerosol seperti parfum (dalam kemasan tabung), cat semprot, dan berbagai produk kecantikan yang disemprot lainnya.
Jadi kesimpulannya:
§ Greenhouse effect disebabkan oleh terakumulasinya gas-gas rumah kaca (CO2, CH4, dan NOx) di atmosfer bumi sehingga menghalangi cahaya infra merah (panas) untuk lepas ke ruang angkasa yang mengkibatkan peningkatan suhu bumi secara global (global warming). Akumulasi gas-gas rumah kaca bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil secara besar-besaran untuk keperluan industri, pembangkitan energi listrik, dan transportasi, serta diperparah oleh penggundulan hutan (deforestation) untuk pembukaan lahan pertanian dan perumahan, serta bahan baku industri material dan kertas. Greenhouse effect tidak disebabkan oleh gedung-gedung pencakar langit yang dindingnya menggunakan kaca.
§ Greenhouse adalah rumah yang dibangun dari kaca atau plastik untuk pengembangbiakan tumbuh-tumbuhan baik untuk keperluan riset maupun intensifikasi pertanian.
§ Perusakan lapisan ozone disebabkan oleh kebocoran gas CFC yang terdapat pada kulkas, AC, serta aerosol.
Source: Microsoft Encarta Premium 2006
Greenhouse Effect and Ozone Layer Depletion
oleh: Ust. Novrian, Guru Fisika
Di suatu Minggu yang cerah, bermula dari tayangan dokumenter di MetroTV, saya dan seorang siswi berSMS-ria tentang efek rumah kaca dan lapisan ozon yang bolong. Rupanya sang siswi salah persepsi. Ia mengira gedung-gedung tinggi yang dindingnya terbuat kaca adalah tersangka utama rusaknya lapisan ozon di atmosfer bumi.
1. Greenhouse
Dalam dunia Biologi dan pertanian dikenal istilah greenhouse (rumah hijau) yang berarti sebuah rumah yang dinding dan atapnya dibuat dari kaca atau plastik. Dari sinilah mucul istilah dalam bahasa Indonesia yaitu rumah kaca. Padahal greenhouse tidak harus dibuat dari kaca. Bahkan ada versi paling murah yang digunakan di sekolah-sekolah di Indonesia menggunakan rangka pipa aluminium, plastik untuk atapnya, dan kasa anti nyamuk untuk dindingnya.
Greenhouse digunakan untuk pengembangbiakan tumbuhan baik untuk tujuan riset ataupun intensifikasi pertanian. Di negara-negara yang lahan pertaniannya terbatas, seperti Jepang, greenhouse ini benar-benar digunakan untuk menyuplai kebutuhan pangan di negara itu. Karena meski lahan sangat terbatas, secara kuantitas hasil panen greenhouse bisa melebih hasil panen kebun konvensional dengan luas lahan yang sama. Umumnya, budidaya tanaman di dalam greenhouse menggunakan metode hydroponics dan aeroponics, tidak lagi menggunakan media tanah untuk menanam.
Sebuah greenhouse yang canggih memiliki fasilitas rekayasa cuaca. Di dalamnya, berbagai besaran-besaran fisis cuaca bisa diatur, di antaranya: suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya matahari, durasi penyinaran, sirkulasi udara, kecepatan dan arah angin, dan sebagainya. Sehingga greenhouse tersebut tahan cuaca, artinya tidak bergantung pada cuaca lingkungannya. Bahkan sekarang ini ilmuwan sudah bisa “menghidupkan” serangga-serangga tertentu di dalam greenhouse. Terutama serangga yang berperan dalam reproduksi tumbuhan seperti: semut, lebah, dan kupu-kupu.
2. Greenhouse Effect
Matahari meradiasikan cahaya dengan berbagai panjang gelombang, yang disebut sebagai spektrum matahari (solar spectrum), ke bumi, yaitu: cahaya tampak (Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U), cahaya infra merah, cahaya ultra violet, sinar X, dan sinar γ (gamma). Seperti kita ketahui, cahaya infra merah adalah perwujudan dari kalor (panas) yang dipindahkan secara radiasi.
Ketika cahaya matahari mencapai atmosfer, sinar X dan sinar γ dipantulkan kembali ke angkasa oleh awan dan partikel atmosfer yang terluar. Selanjutnya lapisan ozone (ketinggian 19 – 48 km) menyerap sebagian besar cahaya ultra voilet. Hanya sedikit ultra violet yang lewat dan cukup untuk photosynthesis serta pembentukan vitamin D pada kulit manusia. Sebagian yang berupa cahaya tampak dan cahaya infra merah diserap oleh bumi dan segala makhluk di atasnya. Sedangkan sisa radiasi infra merah dipantulkan kembali ke atmosfer.
Cahaya infra merah yang dipantulkan bumi ke atmosfer diserap oleh gas-gas rumah kaca yang secara alamiah sudah ada di sana, yaitu: karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (NOx), dan uap air. Lapisan gas rumah kaca ini menciptakan kesetimbangan energi antara permukaan bumi, atmosfer, dan ruang angkasa. Kesetimbangan ini penting untuk mempertahankan kestabilan iklim bumi secara global.
Sekarang, bayangkan kita berada di dalam sebuah rumah kaca yang tertutup rapat. Cahaya matahari yang menembus kaca kemudian terpisahkan menjadi beberapa panjang gelombang (dispersi), di antaranya infra merah. Cahaya-cahaya tadi kemudian berinteraksi dengan semua benda atau materi yang dilaluinya. Sebagian diserap sementara sebagian lainnya dipantulkan kembali ke dinding kaca. Sayangnya, cahaya infra merah yang masih tersisa ini tidak memiliki cukup energi (karena panjang gelombangnya besar, frekuensinya kecil) untuk menembus dinding kaca. Akibatnya, ia terperangkap di dalam rumah kaca tersebut dan mengakibatkan suhu di dalamnya meningkat.
Greenhouse effect (efek rumah kaca, Indonesia) prinsipnya sama seperti uraian tadi. Hanya saja sekarang yang menjadi “kaca” adalah gas-gas yang dijuluki sebagai gas rumah kaca tadi. Gas-gas ini (yang secara alamiah sudah ada) semakin terakumulasi di atmosfer pada ketinggian lebih dari 100 km di atas bumi akibat produksi gas-gas rumah kaca yang berlebihan. Dampaknya, panas yang terperangkap ini menyebabkan suhu di permukaan bumi meningkat. Fenomena ini dikenal sebagai global warming (pemanasan global) yang bertanggung jawab atas: perubahan cuaca, mencairnya es dan glacier di kutub, naiknya permukaan air laut, gangguan siklus hewan dan tumbuhan, serta munculnya berbagai penyakit pada manusia.
3. Photosynthesis serta Hubungan Harmonis antara Tumbuhan, Manusia, dan Hewan
Photosynthesis adalah proses yang dilakukan oleh tumbuhan hijau (dan organisme tertentu lainnya) untuk mengubah gas karbondioksida (CO2) dan air menjadi gula sederhana (glukosa, C6H12O6) dengan bantuan cahaya ultraviolet dari matahari. Gula itu menjadi zat (dan cadangan) makanan bagi tumbuhan.
Subhanallah, sesungguhnya ALLAH telah menata segala sesuatunya dengan sangat sempurna sesuai kadarnya.
Di siang hari, manusia dan hewan beraktivitas membutuhkan banyak suplai gas oksigen (O2) untuk mengubah zat makanan menjadi energi. Proses metabolisme manusia dan hewan itu menghasilkan produk sampingan berupa gas CO2. Sementara itu gas CO2 dibutuhkan oleh tumbuhan untuk photosynthesis. Sedangkan photosynthesis sendiri, selain menghasilkan glukosa juga melepaskan produk sampingan berupa gas O2. Indah sekali bukan? Jadi, gas CO2 dari manusia dan hewan dibutuhkan tumbuhan. Gas O2 dari tumbuhan dibutuhkan manusia dan hewan.
ALLAH menutupi siang dengan malam agar manusia dan hewan beristirahat, sehingga tidak banyak membutuhkan gas O2. Karena pada malam hari tumbuhan tidak ber-photosynthesis. Sebaliknya pada malam hari tumbuhan melakukan respirasi yang juga menyerap gas O2.
Jika hubungan harmonis ini dapat berjalan secara seimbang, maka bumi ini akan baik-baik saja. Seimbang dalam pengertian kuantitas artinya, jika jumlah manusia dan hewan semakin banyak, maka (logikanya) jumlah tumbuhannya juga harus semakin banyak agar tetap seimbang.
4. Ketidakseimbangan Alam dan Produksi Gas Rumah Kaca
Na’udzubillah min dzalik…
Pada kenyataannya, manusia sebagai makhluk yang diberi kepercayaan oleh ALLAH untuk merawat bumi ini tidak sanggup mempertahankan keseimbangan alam. Populasi manusia yang terus bertambah menyebabkan konsumsi pangan dan kebutuhan tempat tinggal meningkat. Hutan-hutan dibabat (deforestation) untuk dijadikan lahan-lahan pertanian dan perumahan, serta diambil kayunya untuk industri material dan kertas. Di sinilah mulai terjadi ketidakseimbangan. Jumlah manusia bertambah, sedangkan jumlah tumbuhan justru berkurang. Semakin banyak manusia berarti semakin banyak CO2 yang dilepaskan dan semakin banyak pula O2 yang dibutuhkan. Sementara itu di saat yang sama, populasi tumbuhan (hutan) malah berkurang. Akibatnya, penyerapan CO2 turut berkurang serta produksi O2 juga berkurang. Ketidakseimbangan populasi manusia, hewan, dan tumbuhan telah menyebabkan penumpukan CO2 dalam jumlah besar.
Ternyata ini saja masih belum cukup.
Dimulai sejak jaman revolusi industri, dimana tenaga manusia dan hewan digantikan oleh mesin-mesin yang awalnya digerakkan oleh uap yang diperoleh dari pembakaran batubara. Kemudian ditemukannya sumur-sumur minyak bumi baik di darat maupun di lautan. Dimulailah era bahan bakar fosil. Hingga saat ini, hampir seluruh kebutuhan energi manusia, mulai dari mesin-mesin industri, pembangkit energi listrik, dan transportasi, masih disuplai oleh bahan bakar fosil, yaitu: bensin, solar, avtur, minyak tanah, dan sebagainya.
Masalahnya adalah, sisa-sisa dari pembakaran bahan bakar fosil tersebut menyumbang begitu banyak gas-gas pencemar yang di antaranya adalah gas-gas rumah kaca (CO2 dan NOx). Jadi, ketidakseimbangan populasi makhluk hidup seperti yang dipaparkan sebelumnya, semakin diperparah dengan tambahan gas-gas rumah kaca dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Bisa bayangkan berapa banyak pabrik, kendaraan, dan pembangkit energi listrik di seluruh dunia???
5. The Ozone Layer Depletion
Ozone, dalam bahasa Yunani ozein yang artinya membau, adalah gas yang sangat beracun dan berbahaya serta berbau menyengat. Ozone adalah molekul triatomik yang terdiri dari tiga buah atom oksigen (O3). Di permukaan bumi, ozone dianggap sebagai polutan. Selain beracun dan berbahaya, ozone juga berbahaya bagi kesehatan di antaranya memicu asma dan bronkhitis. Secara kimia ozone sangat reaktif dan bisa merusak bahan-bahan karet dan plastik.
Ozone terbentuk dari oksigen diatomik biasa (O2) yang terekspos loncatan muatan listrik. Di alam, ozone terbentuk ketika terjadi petir. Jadi, bersyukurlah jika ada petir karena itu artinya ALLAH sedang memperbaiki lapisan ozone yang sudah kita rusak. Ozone juga berguna untuk memurnikan air, mensterilkan udara, dan memutihkan bahan-bahan makanan tertentu.
Namun di atmosfer, lapisan ozone berperan vital sebagai penyaring (filter) cahaya ultra violet yang diradiasikan matahari. Sehingga hanya sedikit saja (namun cukup) ultra violet yang mencapai permukaan bumi. Kerusakan lapisan ozone menyebabkan kadar ultra violet yang lolos ke bumi berlebihan. Ultra violet yang berlebihan terbukti dapat memicu kanker kulit dan katarak serta dapat membunuh jenis-jenis tumbuhan dan plankton tertentu. Semakin banyak tumbuhan yang mati, ujung-ujungnya kembali ke global warming yang dijelaskan sebelumnya. Sedangkan punahnya plankton dapat merusak jejaring makanan di lautan, ketidakseimbangan alam.
Para ilmuwan menemukan penyebab utama rusaknya lapisan ozone adalah kebocoran gas Chlorofluorocarbons (CFC) yang digunakan sebagai pendingin pada kulkas dan AC serta gas pendorong pada produk-produk semprot (aerosol) seperti parfum dan cat semprot. Diperkirakan, 1 unit molekul CFC dapat merusak 100.000 unit molekul ozone. Selain CFC, penggunaan pupuk kimia yang mengandung NOx secara berlebihan juga dapat memicu kerusakan ozone. Sebagai gantinya, sekarang sudah ada Hydrochlorofluorocarbons (HCFC) yang lebih ramah terhadap ozone.
Jadi, jika kamu ingin berkontribusi dalam mencegah rusaknya ozone, pastikan kulkas dan AC yang dibeli ortumu bertuliskan: non CFC atau CFC free, atau sebaiknya tidak usah menggunakan AC sama sekali. Lagipula sekarang kan jamannya hemat energi. Selain itu, minimalkan penggunaan aerosol seperti parfum (dalam kemasan tabung), cat semprot, dan berbagai produk kecantikan yang disemprot lainnya.
Jadi kesimpulannya:
§ Greenhouse effect disebabkan oleh terakumulasinya gas-gas rumah kaca (CO2, CH4, dan NOx) di atmosfer bumi sehingga menghalangi cahaya infra merah (panas) untuk lepas ke ruang angkasa yang mengkibatkan peningkatan suhu bumi secara global (global warming). Akumulasi gas-gas rumah kaca bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil secara besar-besaran untuk keperluan industri, pembangkitan energi listrik, dan transportasi, serta diperparah oleh penggundulan hutan (deforestation) untuk pembukaan lahan pertanian dan perumahan, serta bahan baku industri material dan kertas. Greenhouse effect tidak disebabkan oleh gedung-gedung pencakar langit yang dindingnya menggunakan kaca.
§ Greenhouse adalah rumah yang dibangun dari kaca atau plastik untuk pengembangbiakan tumbuh-tumbuhan baik untuk keperluan riset maupun intensifikasi pertanian.
§ Perusakan lapisan ozone disebabkan oleh kebocoran gas CFC yang terdapat pada kulkas, AC, serta aerosol.